BLI – Aturan Baru – Konsistensi
Oleh : Drs. H. Yusman Kasim*
Ada sejumlah ketentuan baru yang akan diterapkan Badan Liga Sepakbola Indonesia (BLI) untuk pelaksanaan kompetisi Divisi Utama dan Divisi I PSSI tahun 2006 nanti. Ketentuan yang disampaikan dalam rapat BLI dengan klub-klub Divisi I dan Divisi Utama PSSI itu meliputi aturan untuk pemain terutama pemain asing, pelatih, manajemen tim dan panitia pelaksana. Beberapa di antaranya sangat menarik untuk disimak dan dicermati.
Pertama soal pemain asing. Ada dua hal yang pantas dicermati dari sisi ini. Pertama tentang batas maksimal seorang pemain asing bermain di Indonesia yakni hanya lima tahun. Tegasnya, pemain asing yang masih boleh bermain di LI 2006 hanyalah pemain asing yang bermain masih di bawah lima tahun. Lebih dari itu maka pemain tersebut tidak diperbolehkan lagi main di Indonesia.
Soal kedua juga tentang pemain asing, meski ini dimunculkan para peserta rapat, yakni tentang batasan jumlah pemain asing di satu tim. Awalnya BLI menetapkan jumlahnya sama dengan LI 2005 yakni lima untuk klub Divisi Utama dan 3 untuk Divisi I. Namun usulan itu dibantah banyak klub, dan kebetulan dimotori oleh PSP Padang. Seperti kami sampaikan langsung, PSP minta agar pemain asing dilarang saja main di LI. Alasannya, tak ada manfaat yang bisa dipetik dari pemain asing yang ada karena umumnya kualitas mereka tak jauh beda dengan pemain lokal. Sebaliknya justru kehadiran pemain asing membuat pemain lokal menjadi tidak berkembang dan membawa pengaruh buruk bagi penciptaan pemain lokal yang bagus. Akibat paling buruk adalah tidak ada lagi pemain lokal Indonesia yang bagus. Ini jelas berbahaya bagi prestasi tim nasional Indonesia. Terbukti, saat ini tak ada lagi prestasi timnas yang bisa dibanggakan. Usulan PSP itu kemudian ditanggapi positif oleh hampir semua peserta rapat termasuk oleh klub-klub besar seperti PSM Makasar, PSMS Medan maupun Persebaya. Akibatnya, ketentuan jumlah pemain asing pada LI 2006 baik di Divisi Utama maupun Divisi I akan ditinjau kembali oleh BLI.
Penataran, Sertifikat, Konsistensi
Hal lain yang menjadi aturan baru dari BLI adalah soal keseragaman lisensi pelatih yang boleh memegang tim divisi utama dan divisi I. Ditegaskan, standar lisensi pelatih tim Divisi Utama adalah A-License, pelatih tim Divisi I B-License dan jika pelatih asing maka ia harus memiliki lisensi A-Pro. Meski ini sudah merupakan program ulangan – karena beberapa tahun lalu juga pernah diberlakukan meski tidak efektif – tapi hal ini agaknya pantas dicermati. Pasalnya, saat ini sejumlah tim divisi utama dan I ada yang ditangani pelatih berlisensi di bawah yang ditetapkan.
Hal menarik lain dari aturan baru BLI itu adalah soal Manajer dan Ketua Panitia Pelaksana pertandingan kandang tim Divisi Utama dan I. Ditegaskan bahwa yang berhak dan diizinkan untuk menjadi Manajer atau Ketua Panitia Pertandingan hanyalah orang-orang yang sudah punya sertifikat BLI. Untuk itu BLI merencanakan akan melaksanakan dua jenis penataran yakni penataran Manajemen Tim dan Penataran Panpel Pertandingan pada bulan November nanti.
Dari beberapa program atau aturan yang dibuat BLI di atas terkesan adanya niat untuk semakin meningkatkan mutu persepakbolaan Indonesia ke depan. Artinya, ke depan penanganan sesuatu bidang betul-betul dilaksanakan oleh ahlinya, atau minimal orang yang telah mendapat penataran sesuai bidangnya masing-masing. Harapan yang ditumpangkan di sini agaknya selain terdapat keseragaman atau standar yang sama dari masing-masing bidang, BLI pun selaku pelaksana kompetisi divisi utama dan I akan lebnih mudah melakukan kontrol dan menerapkan aturan lain yang berhubungan dengan bidang masing-masing. “Artinya, tiap-tiap bidang nantinya betul-betul akan profesional dengan bidangnya,” tambah Nirwan D. Bakrie Ketua BLI saat itu.
Namun sebagaimana lazim terjadi selama ini di persepakbolaan nasional, Nirwan agaknya juga harus tahu satu hal. Yaitu perlunya konsistensi dalam menegakkan aturan yang telah dibuat. Sebab sudah menjadi rahasia umum di kalangan persepakbolaan nasional bahwa yang paling konsisten di PSSI adalah ketidak-konsistenan PSSI dalam melaksanakan aturan yang telah dibuat. Tak heran bila tokoh sepakbola asal Medan, Julius Raja secara spontan dan tanpa segan-segan mengingatkan hal itu langsung pada saat rapat berlangsung.
“Sejak dulu saya tahu bahwa PSSI itu paling pintar membuat program dan peraturan. Tapi saya juga sangat tahu bahwa yang paling tidak konsisten dalam melaksanakan program dan peraturan dimaksud justru adalah PSSI sendiri,” tegas Raja.
Ya, pada akhirnya, apa pun dan berapa pun hebat dan bagusnya program PSSI, semuanya tetap tergantung kepada konsistensi PSSI dengan peraturan yang dibuat itu. Sebab jika tidak begitu, selain program bagus yang telah dibuat akan menjadi sia-sia, juga sepakbola Indonesia tidak akan pernah bisa lebih baik lagi. Apakah kita semua menginginkan hal itu? Tentu saja tidak kan?
(Penulis adalah Ketua Umum PSP Padang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar