14 Mei 2008

Dilematika PSP

Oleh : N. NOFI SASTERA

Sejak zaman katumba bagaimana masalah PSP, saya pikir semua orang mungkin sudah tahu. Ya, dana adalah persoalan klasik yang selalu menerpa tim yang katanya kebanggaan masyarakat Padang dan Sumatera Barat ini. Sebab tak terhitung kalinya, masalah tim PSP dengan dananya yang seret, selalu muncul dan menjadi cerita hangat di koran-koran..

Tanpa bermaksud mencari pembenaran bahwa persoalan dana itu membolehkan PSP melalaikan kewajibannya terhadap tim PSP, namun kondisi itu memang tak bisa dielakkan. Sebagai contoh di tim PSP tahun 2007 ini. Saya tak mengelak bila masih banyak kewajiban PSP yang belum dibayar baik pada pemain, pelatih maupun pada beberapa rekanan yang telah membantu misalnya dalam hal konsumsi dan akomodasi tim. Saya pun tak menyalahkan bila beberapa di antaranya bahkan sempat mengejar-ngejar meminta hutang. Di sisi lain banyaknya ”nyanyian sumbang” tentang PSP di media massa, menurut saya juga tak bisa disalahkan. Karena memang begitulah keadaannya.

Namun haruskah sisi ini saja yang ditonjolkan? Benarkah semua ini hanya tanggung-jawab Manajemen Tim PSP? Rasanya pasti tidak begitu. Masalah dasarnya, tentu saja terletak pada kurangnya dana yang dimiliki PSP untuk berlaga di kompetisi ini. Manajemen Tim juga tak dibekali pitih balungguak untuk mengelola tim ini. Akibat itu pula, wajar bila hutang PSP muncul di sana-sini. Juga janji bisuak ke beko, tak heran terpaksa harus ditebar untuk mengatasi persoalan yang muncul menjelang didapatnya uang pinjaman baru.

Jujur saja, dengan modal hanya + Rp 3 M (Rp 2,5 M dari Pemda Kota Padang dan Rp 250 Jt dari Pemda Provinsi dan + Rp 250 Jt dari sumber lain) jelas ini takkan bisa mengatasi semua kebutuhan PSP. Bandingkan dengan modal yang dimiliki PSAP Sigli yang Rp 14 M, Persih Tembilahan Rp 13 M, PSPS Pekanbaru Rp 10 M. Atau coba juga bandingan dengan PS. Palembang yang dimodali Rp 7 M, namun tetap terkena degradasi.

Semula saya sempat berpikir, dengan berhasilnya PSP lolos ke Divisi Utama sesuai tuntutan masyarakat pada umumnya, maka persoalan PSP akan mudah diselesaikan. Paling tidak, dengan apa yang diidam-idamkan sudah tercapai, maka menurut saya akan ada simpati banyak pihak yang akan membantu PSP. Saya bahkan sempat berandai-andai, bahwa di APBD Perubahan yang sekarang sedang diproses di DPRD Provinsi maupun DPRD Kota Padang akan didapat bantuan keuangan untuk PSP dengan angka-angka yang lumayan sehingga semua hutang PSP bisa terbayarkan. Saya juga bermimpi ada sejumlah pengusaha daerah ini yang secara spontan turun-tangan membantu pendanaan PSP.

Tapi agaknya saya bermimpi. Kenyataan yang terjadi malah sebaliknya. Orang lebih suka melihat dan membicarakan tentang pemain PSP yang belum menerima gaji, atau sejumlah orang yang meminta piutangnya kepada PSP. Bahkan di sebuah media nasional, sejumlah perantau malah bilang untuk apa PSP lolos ke Divisi Utama kalau akibatnya pemain ditelantarkan. Selain itu, manajemen tim PSP yang dikatakan tak profesional dianggap jadi kambing hitam persoalan ini.

Saya tentu saja sedih dengan hal ini. Sudahlah mimpi saya belum terwujud, yang didapatkan justru cercaan. Tuduhan yang dialamatkan kepada Manajemen PSP yang dikatakan tidak profesional saya anggap justru terlalu berlebihan. Sebab jika bicara profesional, lantas itu profesional yang bagaimana? Toh Manajer Tim ini tidak digaji dan tidak disediakan uang yang pasti dalam mengelola tim ini. Justru uang Manajer yang terbenam. Lalu soal menelantarkan pemain? Saya yang ikut mendampingi tim ke Semifinal Divisi I di Solo bisa menegaskan bahwa PSP tak pernah menelantarkan pemainnya. Kalau pun tim PSP pulang ke Jakarta dari Solo dengan kereta api eksekutif bukan karena tak mau dengan pesawat. Tapi justru karena memang tak ada tiket akibatnya padatnya jadual penerbangan karena mau masuk puasa.

Lantas inikah yang dikatakan pemain PSP ditelantarkan? Lalu karena inikah maka manajamen tim PSP dikatakan tidak profesional? Masya Allah! Sungguh picik cara berpikir seperti itu. Sebab tanpa pernah mendalami masalah yang dialami PSP Padang, kemudian bicara seenaknya menuding pihak yang sudah bekerja keras dan berkorban begitu banyak dengan tuduhan tidak profesional atau pun tuduhan lain. Subhanallah. Semoga Allah memaafkan dosa mereka.

Bila dirunut ke belakang, jujur saja, Sdr. Indra dan saya tak pernah meminta untuk menjadi Manajer dan Sekretaris Tim PSP 2007 ini. Namun karena tak ada yang mau, maka atas nama tanggungjawab sebagai pengurus PSP, akhirnya kami pun bersedia. Karena tanggung-jawab itu pula kami sebagai Manajemen Tim berusaha dengan segala macam upaya agar PSP bisa lolos ke Divisi Utama. Sdr. Indra bahkan harus rela uangnya terbenam sekitar Rp 400 Jt sampai saat ini untuk menalangi kekurangan yang dialami tim PSP.

Ketua Umum PSP Bapak Yusman Kasim pun juga terpaksa tunggang langgang lobi sana sini mencarikan pinjaman. Nah, ketika semua peluru habis, dan pinjaman yang diharapkan juga tidak dapat, tentu saja banyak hutang yang belum terselesaikan. Lalu, apakah dengan kondisi ini maka kemudian kita harus frustasi dan harus mempertanyakan untuk apa PSP ke Divisi Utama? Sungguh sebuah pertanyaan yang sangat bodoh.

Tapi, saya pikir, inilah dilematika PSP Padang, yang tidak hanya kini, tapi juga dialami tim-tim PSP sebelumnya. Di satu sisi banyak yang menuntut agar PSP harus ke Divisi Utama karena memang di sinilah rumah PSP yang sebenarnya. Tapi di sisi lain, ketika tuntutan itu sudah terpenuhi dan PSP lolos ke Divisi Utama, justru bukan pujian atau dukungan yang didapat. Tapi sebaliknya tudingan, tuduhan dan cercaan yang diterima.

Namun ya, sudahlah . Karena memang begitulah dilematika PSP Padang. Saya justru lebih senang berpikir ke depan tentang bagaimana tim PSP di Divisi Utama tahun depan. Soal siapa yang akan menjadi Manajemen Tim saya rasa bukan masalah utama. Sebab sebagaimana halnya saya, Sdr. Indra Dt. Rajo Lelo juga sudah jauh-jauh hari siap untuk lengser dari Manajemen Tim PSP. Bahkan sejak awal perjalanan Tim PSP 2007 ini, Sdr. Indra juga sudah bersedia menyerahkan jabatan Manajer Tim PSP kepada siapa saja yang berminat dan mampu memegangnya. Namun karena tak ada yang berani tampil – mungkin karena kebiasaan hanya berani ngomong di belakang tanpa pernah berani tampil ke depan – maka sampai habis kompetisi, tetap saja Sdr. Indra yang menjadi Manajer. Meski untuk itu Sdr. Indra harus sabar karena uangnya terbenam sampai sekitar Rp 400 Jt serta karena banyaknya tuduhan akibatnya si penuding tidak mengerti dengan kondisi PSP.

Akhirnya menurut saya, saat ini bukanlah waktunya untuk mencari ini salah siapa. Tapi yang terbaik adalah mari sama-sama carikan solusi untuk mengatasi persoalan PSP. Jika sekarang PSP sudah lolos ke Divisi Utama, mari sama-sama kita pikirkan bagaimana agar PSP bisa eksis dan terus berbicara di persepakbolaan nasional, yang ujung-ujungnya akan mengharumkan nama kota Padang dan Sumatera Barat pada umumnya. Demikian saja. Marhaban ya Ramadhan. Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga kita semua mendapat berkah taqwa dari Allah Yang Maka Kuasa. Aminn. (Penulis adalah Sekretaris Umum / Sekretaris Tim PSP Padang 2007)


Tidak ada komentar: